MODEL KE-ISLAM-AN ABU BAKAR


Sebelum Muhammad SAW mendapat wahyu kenabian, hiduplah seorang tokoh "spiritual". Tiga diantaranya adalah Qass bin Sa'idah al Iyadi, Zaid bin Amru bin Nufai;, dan Waraqah bin Nufail. Kedati kala itu kultur jahiliah Arab sangan dominan, namun dengan modal "warisan sisa-sisa agama Ibrahim" yang hanif, ketiganya mampu menjada rasionalitas yang lurus, melestarikan jiwa bersih, hti luhur, dan nurani penuh hikmah. Dengan modal yanf seraba minim itu, mereka mampu menghindari penyembahan berhala, batu bikinan manusia. Dengan warisan hikmah yang pas-pasan itu mereka masih sempat tak ikut-ikutan membunuh bayi perempuan, yang kala itu dianggap perlambang kesialan.
Kepada meraka bertigalah seorang anak manusia bernama Atiq bersohib akrab. Dapat dipahami pula jika ruhaniah Atiq menjadi ikut terpelihara, akal pikiran Atiq senantiasa terasah, selalu mampu menegasi kultur jahiliah kaumnya. Setiap kali dia melihat tetangga kiri kanannya berlutut kepada berhala, nurani Atiq langsung bertanya, "Mungkinkah ini suatu kebenaran? Orang-orang yang dapat melihat, mendengar, dan berfikir, justru sujud dan mohon kepada benda ciptaan manusia sendiri, meratap kepada benda yang sama sekali tak mampu mendengar, melihat, berbicara, apatah lagi berpikir."
Di tengah kegundahan itu pula, Atiq acapkali ngeloyor meninggalkan penghamba patung sambil bergumam sedih, lirih, "Apakah tuhan yang tunggal, ataukah seribu tuhan yang disembah kaum jahiliah Arab yang harus diikuti jika urusan-urusannya terbagi-bagi?"
            Dialah Atiq seorang penghamba Tuhan, tetapi bukan sembarangan Tuhan. Dialah Atiq seorang penyembah Tuhan, tetapi bukan karena keturunan, melainkan berdasar keyakinan yang rasional. Dialah Atiq yang pada akhirnya menjadi salah satu orang pertama yang membaiat Nabi Muhammadi SAW sebagai pemelik Islam, agama tauhid, Din (tatanan) Ilahi yang mengajarkan adanya satu Tuhan. Satu dalam dzat – Nya, satu dalam sifat-Nya, persis sepert yang selama ini telah dia renungkan. Siapakah dia? Dialah Abu Bakar as Shidiq.

Hikmah.
Terbentuknya sebuah karakter, pemikiran, bahkan keyakinan dan tingkah laku seseorang hakekatnya sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Kepada siapa Anda suka berteman, itulah refleksi dari siapa Anda yang sebenarnya. Jika Anda memilih berakrab dengan cerdik pandai, akan menjadi cendekiawan. Jika Anda bersohib dengan pencoleng, Anda menjadi seperti mereka pula. Tak berlebihan jika para sesepuh Jawa senantiasa memberi kojahan (wejangan, saran, nasehat) kepada para pemudanya agar senantiasa wong kang sholeh kumpulono (bersahabatlah dengan kaum yang saleh). Akhirnya, tak berlebihan pula jika Nabi Muhammad SAW mengingatkan, "Ketika ditanya kepada kamu, siapa sebenarnya dia? Maka jawablah, siapa teman dia."
Agama yang benar adalah yang tak bertentangan dengan fitrah manusia dan akal pikirannya. Ketika agama bertentangan dengan rasio dan fitrah kemanusiaan, hampir pasti ia akan ditolak oleh manusia yang menghargai fitrah dan pikrannya. Ingat, manusia yang mengakui fitrah dan logikanya. Masuk akallah berhala batu dan kayu --- atau apa pun bentuknya --- yang notabene sebagai ciptaan manusia layaknya disembah oleh manungso (manusia) penciptanya?

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Newer Post Older Post ►
 

Copyright 2011 Pusat Informasi is proudly powered by blogger.com | Design by Tutorial Blogspot Published by Template Blogger